UNDANG UNDANG Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah merupakan landasan hukum utama yang mengatur tata cara pengelolaan sampah di Indonesia. UU ini bertujuan untuk melindungi lingkungan hidup dan kesehatan manusia melalui pengelolaan sampah yang terencana dan terpadu.
Pembakaran sampah di pekarangan rumah dapat didefinisikan sebagai tindakan membakar limbah di area perumahan, termasuk di dalamnya sampah rumah tangga. Menurut UU Nomor 18 Tahun 2008 pembakaran sampah dalam bentuk apa pun yang dapat mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat termasuk pembakaran sampah di pekarangan rumah merupakan tindakan yang melanggar hukum.
Dikarenakan pembakaran sampah di pekarangan rumah dapat menyebabkan polusi udara dan tanah, serta emisi gas beracun yang merugikan kesehatan manusia. Selain itu, pembakaran sampah juga dapat menyebabkan kerugian pada ekosistem dan lingkungan sekitar.
Meski demikian masih banyak warga yang melakukan praktik pembakaran sampah dan memaklumi tindakan yang merugikan lingkungan ini terutama di Kota Jambi.
Lalu, apa faktor yang menyebabkan tindakan pembakaran sampah di pekarangan rumah menjadi tindakan yang lumrah dilakukan masyarakat meskipun banyaknya hal negatif yang dapat ditimbulkan? Bagaimana proses penegakan hukum di Kota Jambi mengenai hal ini?
Pada umumnya, penulis menilai bahwa tindakan pembakaran sampah sembarangan khususnya membakar sampah di pekarangan rumah merupakan hal yang lumrah di Indonesia hal ini bisa diakibatkan oleh beberapa faktor.
Dimulai dari kurangnya penegakan hukum yang efektif memberikan kesan bahwa praktik pembakaran sampah sembarangan tidak dianggap sebagai pelanggaran hukum yang serius. Hal ini dapat memunculkan persepsi bahwa tindakan tersebut dapat dilakukan tanpa risiko hukum yang signifikan.
Kemudian, kurangnya tingkat kesadaran hukum masyarakat. Jika masyarakat tidak sepenuhnya memahami konsekuensi hukum dari pembakaran sampah sembarangan, mereka mungkin cenderung melakukannya tanpa mempertimbangkan dampaknya.
Selanjutnya, keterbatasan akses masyarakat terhadap alternatif pengelolaan sampah yang ramah lingkungan dan sesuai dengan hukum dapat mendorong mereka untuk mengadopsi praktik pembakaran sebagai solusi yang sederhana dan cepat.
Kemudian, tradisi lokal dan kebiasaan masyarakat terkait dengan pembuangan sampah. Jika pembakaran sampah sembarangan telah menjadi bagian dari praktik sehari-hari tanpa sanksi yang berarti, maka hal tersebut dapat menjadi hal yang dianggap biasa.
Lanjut, kondisi infrastruktur pengelolaan sampah yang tidak memadai dapat memberikan alasan praktis bagi masyarakat untuk menggunakan metode yang dianggap paling mudah, seperti pembakaran, tanpa mempertimbangkan konsekuensi hukum.
Dan, kurangnya kampanye edukasi hukum tentang konsekuensi hukum dari pembakaran sampah sembarangan, masyarakat mungkin tidak menyadari dampaknya terhadap lingkungan dan kesehatan, serta risiko pelanggaran hukum yang mungkin dihadapi.
Melihat dari faktor-faktor di atas, penulis berpandangan bahwa faktor yang sering terjadi di masyarakat Kota Jambi ialah kurangnya penegakan hukum, edukasi hukum dan keterbatasan akses dalam pengelolaan sampah di kota Jambi.
Secara landasan hukum Pemerintah Kota Jambi telah menetapkan sanksi hukum bagi pembakaran sampah walau tidak secara spesifik menyebutkan dalam pekarangan rumah dalam Perda Nomor 5 tahun 2020 tentang Pengelolaan Sampah, tertuang pada pasal 46 ayat 3 huruf e bahwa ‘setiap orang dengan sengaja atau terbukti membakar sampah yang tidak sesuai persyaratan teknis yang telah ditentukan, dikenakan denda minimal Rp 1 juta.
Edukasi hukum juga telah dilakukan pemerintahan Kota Jambi melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Jambi yang bekerja sama dengan kelurahan untuk membimbing masyarakat dalam proses pemilahan sampah, dan pentingnya kepatuhan atas Perda Nomor 5 tahun 2020 tentang Pengelolaan Sampah.
Sarana dan prasarana Kota Jambi memiliki problematika terutama volume sampah terus bertambah setiap harinya mencapai 330-350 Ton terutama pada hari raya Ramadhan selain itu pengelolaan sampah di Jambi juga belum terintegrasi satu sama lain sehingga membuat pengolahan sampah menjadi tidak maksimal. Keterbatasan armada yang layak seperti truk kontainer dengan penutup juga ikut serta dalam ketidakefektifan sarana dan prasarana pengolahan sampah di Kota Jambi.
Pada intinya, penulis menilai bahwa penegakan hukum pengelolaan sampah di Kota Jambi yang dilakukan Pemerintah Kota Jambi sebenarnya sudah mengarah ke arah yang baik tetapi sejumlah faktor telah menyebabkan pembakaran sampah sembarangan menjadi praktik yang lumrah di masyarakat.
Terutama keterbatasan akses terhadap alternatif pengelolaan sampah yang sesuai dengan hukum menjadi tantangan utama dan kondisi infrastruktur pengelolaan sampah yang belum memadai turut berkontribusi pada fenomena ini.
Sehingga masyarakat cenderung memilih jalan pintas yang cepat dengan membakar sampah di pekarangan rumahnya.
Berdasarkan kondisi tersebut, penulis menawarkan solusi dengan melakukan kerja sama dengan pihak swasta dalam pengelolaan sampah di Kota Jambi dan mendorong partisipasi masyarakat untuk mendirikan usaha dalam bidang pengelolaan sampah.
*Penulis merupakan mahasiswa Program Magister Ilmu Hukum Universitas Jambi