Ia mengatakan selama ini, belanja sosial memang belum merefleksikan percepatan mengangkat status penduduk miskin menjadi hidup lebih layak dan mampu melakukan acara produktif untuk menutupi keperluan.
“Belanja sosial kita itu memang belum mampu mendongkrak penduduk kita dari miskin, menjadi hidup lebih patut, masih terkesan kita memelihara orang miskin,” kata Marwan ketika dihubungi, Sabtu (28/1).
Kondisi itu, kata dia, ditambah dengan kementerian/lembaga yang sibuk rapat dengan menghabiskan anggaran besar. Menurutnya, budget besar itu lebih baik diberikan terhadap penduduk untuk membantu permodalan.
Marwan mengatakan dari puluhan juta penduduk miskin yang setiap tahun mendapat perlindungan sosial, pasti banyak di antara mereka yang bisa meningkat jika diberi pinjaman permodalan yang cukup.
“Membicarakan orang miskin, menghabiskan anggaran besar, padahal si miskin itu butuh Rp20 juta saja, keluar dari kemiskinan. Dikasih saja modal yang betul-betul, yang tidak bisa diangkat, itulah yang gres kita santuni,” katanya.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) Abdullah Azwar Anas sebelumnya menyentil penggunaan anggaran kemiskinan di Kementerian/Lembaga yang terbuang tidak berguna untuk rapat dan studi banding.
Menurutnya anggaran pemerintah Joko Widodo yang digelontorkan sampai Rp500 triliun justru terserap untuk acara rapat hingga studi banding.
“Hampir Rp 500 triliun anggaran kita untuk anggaran kemiskinan yang tersebar di kementerian dan lembaga (KL), namun tidak in line dengan sasaran Pak Presiden karena, K/L sibuk dengan dilema masing-masing,” kata Anas mengutip detikcom, Jumat (27/1).
“Programnya kemiskinan, tapi banyak terserap ke studi banding kemiskinan. Banyak rapat-rapat perihal kemiskinan. Ini saya ulangi lagi, menirukan Bapak Presiden, dan banyak program studi dan dokumentasi kemiskinan sehingga dampaknya kurang,” sambung mantan Bupati Banyuwangi itu.
(yog/DAL)