DATAJAMBI, Jambi – Sampai kini permasalahan ruang hidup antara Orang Rimba atau Suku Anak Dalam (SAD) dengan sejumlah perusahaan baik perkebunan atau pertambangan masih terus berlanjut.
Terbaru, Perkumpulan Hijau mendemo Kantor Inspektur Tambang KESDM Perwakikan Provinsi Jambi pada 1 April 2024. Terkait masalah SAD di Koto Boyo, Batanghari dengan PT Sawit Desa Makmur (SDM) yang di dalamnya terkandung 7 izin tambang yang dikeluarkan oleh KESDM.
“Itu dugaan kita ada mafia tanah yang juga terang-terangan mengusur lahan hidup Suku Anak Dalam,” kata Direktur Perkumpulan Hijau, Feri Irawan.
Modusnya dalam HGU PT SDM kepunyaan keluarga Senangsah tersebut, Feri mengungkap bahwa perusahaan tidak sepenuhnya mengusahakan HGU seluas 14.225 hektare itu. Ada lahan yang sengaja dikavlingkan untuk bancakan tambang batu bara.
Eskalasi konfkik antara SAD dengan perusahaan pun semakin meningkat seiring dengan keluarnya 7 izin tambang yang dikeluarkan oleh KESDM di lokasi HGU PT SDM.
Dilihat dalam data Minerba One Map Indonesia, ketujuh perusahaan tersebut yakni PT Tambang Bukit Jambi (TBJ), PT Bumi Makmur Sejati (BMS), PT Batu Hitam Sukses (BHS), PT Batu Hitam Jaya (BHJ), PT Bumi Bara Makmur Mandiri (BBMM), PT Kurnia Alam Investama, dan PT Alam Semesta Sukses Batu Bara (ASSB).
Lima di antaranya dimiliki oleh Rizal Senangsah, yang tak lain adalah saudara Andi Senangsyah, Direksi PT SDM. Data MOMI KESDM mencatatkan, Rizal Senangsyah merupakan pemegang 99% saham PT Batu Hitam Sukses (BHS), PT Batu Hitam Jaya (BHJ), PT Bumi Bara Makmur Mandiri (BBMM), PT Kurnia Alam Investama (KAI) dan PT Alam Semesta Sukses Batu Bara (ASSB).
“Maka hari ini kita nyatakan kantor Inspektorat ini tidak bermanfaat, maka kita tutup. Di Jambi kalau bisa bubarkan saja, tidak ada manfaatnya karena dia seperti preman saja. Datang melihat tambang pergi,” kata Feri Irawan.
Dibalik semua persoalan tambang batu bara di Provinsi Jambi, Inspektur Tambang dinilai tak berguna. Padahal posisinya sebagai polisi di sektor tambang dianggap sangat sentral.
“Tapi dia tidak pernah muncul. Jadi seperti siluman, titipan dari pusat,” ujarnya.
Terhadap segala persoalan lingkungan dan juga tergusurnya ruang hidup masyarakat. Feri menilai masalah ini tak lepas dari tanggung jawab Inspektur Tambang dalam melakukan pengawasan.
Namun karena mereka tidak pernah tampak menjalankan fungsinya. Direktur Perkumpulan Hijau itu menyampaikan sejumlah tuntutan langsung kepada Presiden Joko Widodo yang akan tiba di Jambi, Selasa 2 April besok.
“Pertama meminta Presiden yang besok datang untuk mencabut semua izin-izin (tambang) yang ada, terutama di wilayah Kotoboyo,” katanya.
Menurutnya sejumlah indikasi mengarahkan dugaan bahwasanya banyak sekali mafia tambang yang bermain di Koto Boyo. Dimulai dari izin yang awalnya HGU dan kemudian muncul IUP hingga persoalan perusahaan tambang tersebut yang hanya dimonopoli oleh 1 keluarga yakni keluarga Senangsyah.
“Maka kita fokuskan disana. Termasuk juga kerusakan-kerusakan dan penggusuran yang terjadi di situ,” ujarnya.
Sementara itu kantor Inspektur Tambang tampak tertutup, dari awal hingga akhir aksi unjuk rasa. Mereka seolah tidak peduli, mereka tidak ada berupaya menemui massa aksi.