DATAJAMBI, Palangka Raya – Genting Plantations Berhad, induk perusahaan perkebunan sawit PT Globalindo Agung Lestari (GAL) dan PT Dwie Warna Karya (DWK) diduga ‘menyuap’ Bupati Kabupaten Kapuas untuk mendapat izin lokasi.
Hal ini terungkap pada lanjutan sidang perkara tindak pidana korupsi (tipikor) dengan terdakwa mantan Bupati Kapuas Ben Brahim S Bahat beserta istri Ary Egahni di Pengadilan Tipikor Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Kamis, 14 September 2023.
Dalam sidang tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan 4 saksi yakni Kiki Okta Nugraha (direktur PT DWK), Elvina Septiani (manajer akuntansi PT DWK), Gerek (kabid perizinan dan non perizinan DPMPTSP Kapuas 2017-2020), dan Siti Nurbaya (direktur PT Dimendra Raya Tour & Travel).
Kiki Okta Nugraha selaku direktur PT DWK dicecar JPU untuk menjelaskan pemberian uang dari perusahaan ke terdakwa melalui rekening Kristian Adinata, sopir pribadi Ben Brahim.
Menanggapi pertanyaan itu, Kiki mengaku tidak mengetahui perihal pengeluaran uang dari perusahaan karena itu bukan wewenang dia. Walau berstatus direktur namun setiap departemen melaporkan langsung ke perusahaan induk di Malaysia.
“Saya hanya bertugas menangani sengketa lahan dan masalah ketenagakerjaan,” ujar Kiki.
Seperti diberitakan sebelumnya, saksi Kristian Adinata mengaku rekeningnya dipakai terdakwa untuk menampung pemberian dari PT DWK dan PT GAL.
Total pemberian uang dari kedua perusahaan tersebut sebesar Rp 1.030 miliar yang berasal dari pemberian PT DWK sebesar Rp 75 juta per bulan pada periode Januari hingga Oktober 2017 serta pemberian dari PT GAL sebesar Rp 40 juta per bulan pada periode Januari hingga Juli 2017.
Untuk memastikan aliran dana dari PT DWK, JPU lalu memperlihatkan bukti rekening koran adanya transfer dari rekening perusahaan di City Bank ke rekening BRI milik Kristian Adinata.
“Benar, itu rekening City Bank milik perusahaan (PT DWK),” ucap Kiki usai melihat nomor rekening yang diperlihatkan JPU.
Kiki kemudian menyampaikan bahwa transfer dari rekening PT DWK itu kemungkinan dari bagian operasional perusahaan yang saat itu dipimpin oleh Salim bin Abdulrahman.
Ia menceritakan pada 2017 lalu, ia sempat bertemu Salim pada acara perusahaan dan menceritakan tentang PT DWK yang diminta untuk berpartisipasi CSR (Corporate Social Responsibility) di Kapuas.
“Tapi bentuknya seperti apa saya tidak tahu.”“Saat ini Salim sudah pensiun dan kembali ke Malaysia,” ucapnya.
JPU kemudian menanyakan tentang perizinan PT DWK beroperasi di Kabuapaten Kapuas. Ia mengungkapkan bahwa PT DWK sudah memperoleh izin usaha perkebunan yang ditandatangani terdakwa Ben Brahim pada 12 Mei 2015.
“Izin usaha PT DWK sudah ada sebelum saya masuk pada Agustus 2015,” kata Kiki.
JPU lalu menanyakan kejanggalan dari izin yang dimilik PT DWK yang baru mendapat izin lokasi pada tahun 2018. JPU pun menanyakan urutan pengurusan perizinan usaha perkebunan.
“Seharusnya izin lokasi dulu, kemudian izin lingkungan, lalu izin usaha perkebunan,” jawab Kiki.
JPU kemudian menanyakan siapa yang menandatangani izin lokasi untuk PT DWK.“Yang memberikan izin Pak Ben,” katanya.
Ketua majelis hakim sempat mempertanyakan adanya pemberian uang dari bagian operasional perusahaan yang tidak diketahui Kiki yang menjabat sebagai direktur. Selain itu, Peten Sili juga mempertanyakan klaim CSR untuk pemberian uang rutin setiap bulan dari perusahaan kepada terdakwa.
“Ini hanya pinjam nama. Saya bertugas untuk sengketa lahan dan tenaga kerja,” kata Kiki.
Wewenang Perusahaan Induk
Pertanyaan senada mengenai pemberian uang dari PT DWK dan PT GAL juga disampaikan JPU kepada Elvina Septiani selaku manajer akuntansi PT DWK.
Untuk diketahui, Elvina selain sebagai manajer akuntansi PT DWK, juga menduduki jabatan yang sama di 4 anak perusahaan Genting Plantations Berhad, yakni PT GAL, PT Kapuas Maju Jaya, PT Susantri Permai, dan PT United Agro Indonesia.
Menjawab pertanyaan JPU, Elvina mengaku tidak tahu menahu mengenai maksud dan tujuan pemberian uang dari perusahaan kepada terdakwa. Ia juga membenarkan rekening milik PT GAL yang dipakai mengirim uang ke rekening Kristian Adinata.
“Saya hanya bertugas membuat financial closing bulanan,” ucapnya.
Ia mengungkapkan bahwa setiap pengeluaran uang dari masing-masing departemen di setiap anak perusahaan langsung berkoordinasi dengan manajer keuangan perusahaan induk di Malaysia.
Sebagai manajer akuntasi di anak perusahaan, Elvina mengaku hanya bisa memberikan verifikasi untuk setiap permintaan pembayaran yang nilainya di bawah Rp 30 juta.
“Lebih dari nilai itu adalah kewenangan kantor pusat,” ucapnya.
Sidang perkara tipikor ini dipimpin Wakil Ketua Pengadilan Negeri Palangka Raya Achmad Peten Sili selaku Ketua Majelis Hakim didampingi Erhammuddin, Darjono Abadi, Kusmat Tirta Sasmita, dan Muji Kartika selaku hakim anggota. (*)