Harga minyak melemah, Senin, tetapi optimisme bahwa pembukaan kembali China dari pembatasan Covid akan mengangkat permintaan bahan bakar di importir minyak mentah utama dunia itu mempertahankan harga mendekati level tertinggi 2023, yang dicapai setelah lonjakan harga pekan lalu.
Minyak mentah berjangka Brent, patokan internasional, turun 64 sen, atau 0,8%, menjadi USD84,64 per barel pada pukul 12.25 WIB, demikian laporan  Reuters, di Singapura, Senin (16/1).
Sementara itu, patokan Amerika Serikat, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate, berada di posisi USD79,30 per barel, berkurang 56 sen, atau 0,7%, di tengah tipisnya perdagangan karena hari libur nasional AS.
Kedua kontrak itu melesat lebih dari 8% pekan lalu, kenaikan mingguan terbesar sejak Oktober, dan itu mungkin mendorong aksi jual jangka pendek untuk mengunci keuntungan dari pergerakan yang lebih tinggi.
“Setelah skala pergerakan minggu lalu, kita dapat melihat beberapa aksi ambil untung,” kata Warren Patterson, Kepala Strategi Komoditas ING, menambahkan bahwa volume perdagangan yang lebih tipis akan membuat penjualan tampak lebih jelas.
Harga terus melayang di dekat level tertinggi 2023 pada sesi Senin. Impor minyak mentah China melonjak 4% (year-on-year) pada Desember, sementara ekspektasi peningkatan aktivitas perjalanan untuk liburan Tahun Baru Imlek pada akhir pekan ini mencerahkan prospek bahan bakar transportasi.
Tingkat lalu lintas di China terus pulih dari rekor terendah setelah pelonggaran pembatasan Covid-19, menghasilkan permintaan yang lebih kuat untuk produk minyak mentah dan minyak, kata analis ANZ.
Rebound permintaan domestik diperkirakan menyebabkan penurunan ekspor produk minyak olahan China sebesar 40% pada Januari dari Desember, dipimpin bensin, kata sumber perdagangan dan analis.
“Meski masih ada banyak optimisme seputar permintaan China, dalam jangka pendek pasar minyak tetap dipasok dengan relatif baik,” kata analis ING.
Ekspor minyak Iran mencapai level tertinggi baru dalam dua bulan terakhir 2022 dan memulai awal yang kuat hingga 2023 meskipun dibayangi sanksi Amerika, di tengah pengiriman yang lebih tinggi ke China dan Venezuela.
Ekspor mencapai level tertinggi sejak 2019, menurut perusahaan yang melacak pergerakan tersebut. Ini terjadi meski ada sejumlah hambatan seperti kebuntuan dalam pembicaraan mengenai program nuklirnya dan persaingan dari minyak mentah Rusia yang didiskon.
Organisasi Negara Eksportir Minyak dan Badan Energi Internasional akan merilis laporan bulanannya pekan ini, diawasi ketat investor untuk prospek permintaan dan pasokan global.
Investor juga akan mencermati pertemuan Bank of Japan (BOJ) minggu ini untuk menentukan apakah akan mempertahankan kebijakan stimulusnya yang sangat besar.