DATAJAMBI, Jambi – Petani karet banyak mengeluh mengenai penghasilan mereka merosot sehingga tidak bisa menyandarkan hidup mereka pada kebunnya. Sementara itu, harga sawit yang tinggi menggoda petani karet untuk beralih membudidayakan kelapa sawit.
Hal ini ditanggapi oleh Kepala Bidang Pengembangan dan Penyuluhan Dinas Perkebunan dan Peternakan, Provinsi Jambi, Pancapria. Ia mengajak untuk memandang persoalan karet secara utuh.
“Kalau saya melihat, Karet di Jambi tidak merosot. Di Jambi ada 566 ribu hektare karet. Kalau kita melihat secara utuh, yang kita lihat adalah hutan karet bukan kebun karet yang memenuhi standar teknis. Ada 103 ribu hektar yang harus diremajakan,” tuturnya kepada detail, Senin 7 Februari 2022.
Menurut Panca, Secara budidaya sebenarnya (budidaya) karet itu menguntungkan. “Produktivitas karet jika menggunakan klon (varietas) anjuran, maka per hari bisa menghasilkan 30 kilogram. Kalau kita mengkaji, 30 kg per hari dikali harga sekarang Rp 10.000, maka per hari menghasilkan Rp 300 ribu. Dalam sebulan bisa 20 hari panen, maka menghasilkan Rp 6 Juta per hektar,” kata Kabid.
Masa panen karet ini dalam sebulan bisa 20 kali panen, artinya diselang-seling. Harus diistirahatkan 10 hari dalam sebulan.
Mengenai keluhan petani, ia memaklumi. Namun juga mengajak untuk serius membudidayakan karet sesuai dengan standar teknis sehingga mampu mencapai produktivitas maksimal. Jika hal itu dilakukan, maka bertani karet bisa menguntungkan.
“Wajar kalau mereka mengeluh, karena produksinya hanya 5 kilo. Maka dari itu harus diperhatikan budidaya yang memenuhi standar teknis, dari mulai bibit, jarak tanam, hingga perawatan,” ucap Panca.
Sementara itu, budidaya karet memerlukan kerja ekstra. Hal ini yang menjadi permasalahan di Jambi, dikarenakan petani di Jambi tidak cukup telaten. “Kalau karet, kita harus rutin. Harus dirawat setiap hari. Sementara itu typical petani di Jambi kita tahu, lebih suka untuk tidak terlalu sering masuk kebun,” katanya.
Meski demikian, ia mengaku siapapun tidak bisa menghalangi petani untuk beralih komoditas. “Apalagi harga sawit yang menjanjikan, kita tidak bisa halangi. Kita hanya bisa mengantisipasi dengan menyiapkan benih sawit berkualitas agar di kemudian hari bisa menghasilkan produktivitas yang baik,” tutur Panca.
Mengenai data peralihan lahan karet menjadi kelapa sawit, pihaknya mengaku belum memiliki angka pasti. Namun, ia tak menampik bahwa memang benar bahwa di lapangan cukup banyak peralihan lahan karet menjadi kelapa sawit.
Reporter: Juan Ambarita