BERADA di lingkungan yang memiliki segumpal kekurangan menjadi sebuah keresahan yang harus segera diselesaikan oleh para masyarakat. Pentingnya evaluasi dan penanganan konflik menjadi suatu hal yang patut didiskusikan agar kekurangan-kekurangan tersebut tidak terus diberlanjutkan.
Sikap kritis dalam masyarakat begitu diperlukan untuk menjadi penunjang dari adanya perubahan ke arah yang lebih baik. Namun, kerap kali terjadi di lingkungan kita berbagai kekurangan yang terus ditutupi dan diberlanjutkan demi kepentingan segelintir pihak.
Akibatnya, masyarakat dituntut untuk terus diam dan dibungkam agar masyarakat tidak dihancurkan reputasinya oleh pemangku kepentingan tersebut.
Ketika sebuah kasus mulai di investigasi dalam suatu lingkungan yang memiliki kekurangan tersebut, para informan biasanya akan merasa takut dan terancam untuk menyebarkan sebuah informasi. Pasalnya, jika mereka membeberkan kekurangan yang selama ini mereka resahkan, hal itu akan berdampak besar bagi reputasinya. Tak jarang juga para informan yang membeberkan informasi tersebut dicari dan disergap oleh pihak yang terganggu kepentingannya, sehingga ancaman verbal maupun ancaman fisik pun tak enggan pihak tersebut lakukan untuk memaksa para informan tersebut untuk terus diam dan terbungkam.
Padahal, apabila masyarakat memberikan informasi kepada para wartawan, informasi mengenai data diri ataupun hal yang bersifat pribadi lainnya akan terjaga keamanannya oleh wartawan tersebut. Para informan akan selalu dijaga ataupun diamankan mengenai informasi pribadinya oleh para wartawan agar informan tersebut tidak mendapatkan sesuatu yang menghancurkan reputasinya akibat membeberkan informasi tersebut. Itulah salah satu tugas dan kewajiban dari para wartawan dibawah ruang lingkup dari Dewan Pers.
Hak Tolak tersebut tercantum dan telah diatur dalam Undang-undang Pers nomor 40 tahun 1999 pasal 1, pasal 4, dan pasal 7 serta Pedoman Dewan Pers Nomor: 01/P-DP/V/2007 tentang Penerapan Hak Tolak dan Pertanggung jawaban Hukum dalam Perkara Jurnalistik. Jadi masyarakat akan dijaga keamanannya akibat telah membantu para wartawan dalam mengungkap informasi dibalik dari kasus-kasus yang berlaku.
Jika kita telisik lebih luas, Hak Tolak adalah hak yang dimiliki seorang wartawan karena profesinya untuk menolak mengungkapkan nama ataupun identitas lainnya dari sumber berita yang harus dirahasiakannya. Hak tolak juga merupakan bentuk tanggung jawab dari para wartawan di depan hukum terhadap pemberitaan yang dibuatnya. Hal tersebut ditujukan adalah untuk menjaga moral dan norma dari para masyarakat untuk mempercayai wartawan sebagai penyedia informasi yang faktual tanpa menghancurkan reputasi dari sumber informasinya.
Akan tetapi, ada kalanya hak tolak tersebut tidak dapat diberlakukan lagi atau dibatalkan apabila ditujukan demi kepentingan dan keselamatan negara atau ketertiban umum atas pernyataan pengadilan. Terdapat pula majelis hakim yang dibentuk khusus dan terpisah dari yang mengadili perkara utama. Majelis hakim ini bertugas memeriksa terkait apakah hak tolak yang telah digunakan tersebut akan dibatalkan atau tidak.
Apabila hak tolak tesebut dapat dibatalkan, wartawan memiliki dua opsi untuk menjawabnya.
Pertama yakni meminta adanya sidang yang tertutup. Majelis hakim dapat mengetahui narasumber tersebut sesuai dengan sistem hukum yang berlaku. Namun, masyarakat umum tidak mengetahui narasumber tersebut.
Kedua yakni wartawan tersebut dapat menolak untuk mengungkapkan identitas dari narasumber tersebut. Akan tetapi, wartawan ataupun pers bersangkutan yang akan menerima sanksi hukum.
Para wartawan atau pers yang telah menggunakan hak tolaknya memiliki konsekuensi tanggung jawab dari para narasumbernya.
Jadi, segala informasi yang telah diberikan oleh para informan menjadi tanggung jawab utuh dari para wartawan atau pers. Maka dari itu, pentingnya wartawan dan narasumber untuk bekerjasama, berkompeten, dan juga berintegritas untuk menyelesaikan sebuah kasus tersebut.
Namun, apabila wartawan tersebut yang membocorkan identitas dari narasumber, wartawan tersebut bisa dikenakan ketentuan pidana. Sebagaimana yang telah diatur dalam 322 kitab UU Hukum Pidana (KUHP), orang yang karena profesinya harus merahasiakan sesuatu kemudian membocorkannya.
Sebagaimana sebuah kasus mengenai penggunaan hak tolak oleh wartawan pada February 2024 lalu. Diketahui, Aiman dilaporkan ke polisi atas ucapannya yang menyebut oknum Polri tidak netral dalam Pemilu. Akibat pihak kepolisian yang menggeledah informasi pribadi melalui ponsel pribadi dan mengubah password email dan instagram pribadi dari Aiman Witjaksono tersebut.
Pakar hukum pers dan kode etik jurnalistik bernama Wina Armada mengatakan, seorang wartawan memiliki hak tolak untuk mengungkap identitas narasumbernya. Tak terkecuali hak yang melekat pada Aiman Witjaksono.
Pakar hukum pers dan kode etik jurnalistik, Wina Armada juga menambahkan bahwa ada empat sumber informasi atau jenis informasi. Pertama, informasi untuk disebarluaskan. Kedua, informasi off the record yang diberikan tidak untuk disebarluaskan. Ketiga, informasi embargo, berupa informasi yang akan disebarkan tetapi setelah jangka waktu tertentu, dan keempat adalah informasi yang merupakan latar belakang. Segala sumber informasi tersebut telah menjadi pengetahuan yang melekat pada wartawan, sejak saat itu jugalah hak tolak mulai diberlakukan oleh para wartawan.
Alhasil, apabila masyarakat ingin melaporkan informasi yang merupakan kesalahan di lingkungannya kepada wartawan atau pers, tenang saja, identitas pribadimu akan segera diamankan oleh wartawan ataupun pers. Jadi, tidak perlu khawatir untuk melaporkan segala kesalahan yang terjadi di Tanah Air kita ini, karena jika masyarakat terus dibungkam, bagaimana kita bisa beralih pada perubahan yang lebih baik lagi?
*Penulis adalah mahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmi Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat.