Saat ini Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta sedang mengupayakan agar poros filosofis Yogyakarta yaitu Sangkan Paraning Dumad menjadi Situs Warisan Dunia UNESCO. Berkaitan dengan hal tersebut, Tim Penyusun Warisan Dunia Yogyakarta sering melakukan rapat koordinasi dengan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X. Rapat koordinasi dilakukan untuk mendapatkan arahan dari Gubernur DIY untuk mengusulkan poros filosofis dunia.
Perkebunan Di Yogyakata ada perbedaan antara sumbu imajiner dan sumbu filosofis. Sumbu imajiner memanjang dari Laut Selatan hingga ke kraton dan berakhir di Gunung Merapi, sedangkan sumbu filosofis dimulai dari dataran tinggi Krapyak kemudian menuju ke kraton dan berlanjut dari Tugu hingga ke kraton. Sumbu imajiner memiliki konotasi yang cukup mistis bahkan mistis dan berakar pada alam (Gunung Merapi dan Laut Selatan). Pada saat yang sama, poros filosofis bernuansa karya, pemikiran, dan budaya manusia.
Poros filosofis Yogyakarta berupa bangunan dan vegetasi merupakan warisan Pangeran Mangkubum yang menganut nilai spiritual dan budaya dengan mewujudkan budaya antara Islam dan kearifan Jawa. Jawa pra-Islam memiliki kepercayaan dan budaya yang berbeda. Agama Hindu dan Buddha, serta kepercayaan animisme dan dinamisme, menjadi arus utama ketika Islam masuk ke tanah Jawa.2 Sebagai paham baru, tentu saja mendapat perlawanan dari paham lama yang sudah mapan. Oleh karena itu, Islam tidak hanya harus “menjinakkan” konsep-konsep yang ada, tetapi Islam juga harus “menjinakkan dirinya sendiri”.
Kemampuan Islam beradaptasi dengan budaya lokal memudahkan penerimaan ajaran Islam di berbagai lapisan masyarakat. Oleh karena itu, budaya Islam Jawa sangat dipengaruhi oleh budaya petani dan budaya domestik, yang berarti bahwa budaya Islam berubah bukan hanya karena faktor geografis antara orang Arab dan Indonesia, tetapi juga karena realitas jarak budaya.
Mengenai hubungan antara agama Islam dan budaya lokal, dikatakan bahwa agama adalah manifestasi dari sistem budaya. Islam sebagai agama Tuhan dipandang sebagai manifestasi dari sistem budaya masyarakat Islam. Oleh karena itu, pendekatan sosio-historis pada tataran Syari’ah diperlukan untuk menghindari standarisasi standar Syariah.
Dengan demikian, sifat ajaran Islam yang dinamis dan adaptif terhadap perubahan sosial dapat terwujud. Beberapa bentuk interaksi antara agama dan budaya lokal adalah:
Pertama, adanya pertukaran, dimana budaya lokal pecah dan digantikan oleh budaya baru, kedua, fenomena adaptif, yaitu pencampuran dan penyelesaian. Yang ketiga menerapkan bentuk hibriditas, yaitu penerimaan agama sambil melestarikan tradisi lama. Bentuk ketiga ini biasa dikenal dengan nama-nama seperti Islam Jawa, Islam Banjari, Islam Sasak dll. Pemikiran filosofis Sangkan Paraning Dumad sebagai manifestasi innalillahi wa innailaihi roji’un11 (QS. Al-Baqarah [2]: 156).
Ungkapan filosofis ini adalah hasil dari cakrawala yang menyatu dalam konteks Gadamer antara persepsi Pangeran Mangkubum tentang realitas dan interpretasi situasi dan keadaan waktu, yang diwujudkan dalam arsitektur Kraton Yogyakarta dan sekitarnya. Mengkaji konsep Sangka Paraning Dumadi mengkaitkan konsep tipologi masyarakat Jawa dengan fenomena akulturasi Islam dan budaya Jawa. Pembacaan tersebut menggunakan perspektif fenomenologis dan hermeneutik model Husserlian-Heidegger-Gadamer.
Perspektif fenomenologis bertujuan untuk mengkaji realitas keberadaan benda-benda material dan nonobjektif dari sumbu filosofis. Pada saat yang sama, perspektif hermeneutik digunakan untuk memahami logika psikologis, sejarah, dan situasi sosial budaya yang terangkum dalam pra-pemahaman Pangeran Mangkubum, yang mempromosikan penerapan konsep Sangka Paraning Dumadi dalam pembangunan Kraton Yogyakarta.
Selain itu, dari waktu ke waktu hermeneutika juga membuka pembahasan tentang bagaimana mengkontekstualisasikan konsep-konsep filosofis tersebut sesuai dengan tantangan zaman. Lihat gambar di atas untuk penjelasan lebih lengkap tentang konsep filosofis Sangkan Paraning Dumad sebagai pondasi dan cetak biru unik yang menjadi ciri kota Yogyakarta. Dan inti dari konsep ini adalah untuk menggambarkan gaya hidup yang harus diterapkan oleh setiap orang untuk mencapai keberkahan dalam hidupnya di dunia dan untuk bertemu Sang Pencipta dalam kondisi terbaik.
Sumber: https://orasi.id/sangkan-paraning-dumadi-konsep-denah-unik-calon-warisan-dunia-unesco/